Oleh : Hj. RUKIJAH MADJID, S.Ag., M.H.
Allah menciptakan manusia di muka bumi ini bertujuan untuk menjadikannya sebagai khalifah agar mengurusi persoalan kehidupan di dunia. Oleh karenanya bersamaan dengan hal itu Allah SWT menciptakan manusia dengan berpasang-pasangan, dan menghasilkan keturunan yang banyak. Salah satu tujuan dari pernikahan tersebut adalah untuk memperoleh keturunan demi untuk mewujudkan (melestarikan) keturunan yang sah, bersih sekaligus bersangkut-paut laksana rantai yang kuat dan tidak ada putusnya. Dengan demikian tiap-tiap keluarga saling mengenal antara anak dengan bapak dan ibunya, terhindar dari tercampur aduk antara satu keluarga dengan yang lain atau anak-anak yang tidak kenal akan bapaknya. Pernikahan memberikan kepastian nasab dan memelihara kelestariannya. Salah satu dari lima Maqashid Syari’ah dan tujuan diturunkannya Islam adalah memelihara nasab secara hak dan benar, untuk mencapai hal inilah maka lembaga pernikahan menjadi sangat penting, sebab melalui pernikahan diharapkan lahir keturunan yang mempunyai nasab secara sah. Dengan demikian, estafet generasi manusia terpelihara kejelasannya. Namun, pada kenyataannya, tidak semua pasangan yang mempunyai kesuburan dan kesehatan, ada beberapa pasangan yang punya kelainan atau penyakit, salah satunya mandul baik dari pihak laki-laki ataupun pihak perempuan. Perkembangan teknologi medis yang berkembang pada era globalisasi ini merupkan bentuk kesempurnaan Allah SWT, muncul isu etik dan legal yang cukup banyak yang sebelumya tidak terfikirkan. Salah satunya dalam bidang reproduksi. Cara-cara tersebut antara lain: inseminasi buatan, pembuahan dalam, penyuburan/pembuahan dalam tabung, pemindahan janin, dan penanaman janin. Pembuahan ilmiah ini yang menjadi jawaban sementara bagi pasangan yang tak mempunyai keturunan selama bertahun-tahun. Program bayi tabung dan surrogate mother sudah mulai dipraktikkan di Indonesia.[1]
Inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), maka hal semacam itu Islam membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus isteri, maupun dengan cara pembuahan yang dilakukan di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) di tanam dalam rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara Insiminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqih Islam : “Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) di perlukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan untuk melakukan hal-hal yang terlarang”.
[1] Husni Thamrin, Aspek hukum bayi tabung dan sewa rahim perspektif hukum perdata dan hukum Islam, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo,2014), hlm 2.
08.00AM – 16.30PM
08.00AM – 17.00PM
BULAN RAMADHAN
08.00AM – 15.00PM
08.00AM – 15.30PM
Hubungi Kami
Alamat :
Jl. Prof. Dr. Mr. Raden Soelaiman Efendi Koesoemah Atmadja, Kompleks Pengadilan Terpadu, Kec. Mapanget, Kota Manado, Sulawesi Utara
Telepon : (0431) 7110010
Fax : (0431) 7110010
E-mail : pa.manado307225@gmail.com
Kodepos : 95259
Chat dengan petugas